Selasa, 31 Mei 2011

HAKIKAT DIFUSI DAN INOVASI PEMBELAJARAN


  
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI ' IYAH

MAKALAH


HAKIKAT DIFUSI DAN INOVASI PEMBELAJARAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri individu
Mata kuliah Difusi dan Inovasi Pembelajaran  MTP-555



Oleh :
CUCU ERNAWATI       NIM   55 2010 


 
PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2011




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’at dan sampai kepada kita selaku umatnya.
Tak lupa saya haturkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang telah memberikan tugas untuk lebih giat lagi dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Dan tak lupa kepada semua sahabat-sahabat yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga dapat terselesaikannya makalah ini yang berjudul “Hakikat Difusi dan Inovasi Pembelajaran” dan yang menjadi bahasan makalah ini mencakup Pelaksanaan dan kontribusi inovasi pendidikan.
Penyusunan  makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penjelasannya bahkan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu mohon kepada Bapak Dosen atau sahabat-sahabat dan siapa saja yang dapat memberikan arahan, bimbingan dan kritikan yang bersifat membangun untuk menuju kearah yang lebih baik.

Cianjur,   Mei 2011.
Penulis



DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I      PENDAHULUAN...........................................................................1
A.   Latar Belakang...........................................................................1
B.   Tujuan Penulisan.........................................................................1

BAB II    PEMBAHASAN................................................................................2

BAB  III KESIMPULAN..................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10





BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Difusi inovasi pada dasarnya merupakan penyebarluasan gagasan inovasi melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi adopsi inovasi, maka proses difusi inovasi tidak senantiasa berjalan mulus. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku.
Pemimpin yang berpengaruh (opinion leaders) memiliki peran yang sangat penting pada perubahan perilaku individu. Opinion Leadership is the degree to which an individual is able to influence other individualis’ attitudes or overt behavior informally in a desired way with relative frequency. Kepemimpinan yang berpengaruh merupakan suatu tingkat di mana seorang individu secara tidak optimal ke arah kondisi yang diharapkan, sesuai dengan norma yang berlaku. Sementara itu, agen perubahan (Change agent) merupakan individu yang mempengaruhi pengambilan inovasi ke arah yang dapat diharapkan.
Untuk itu yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah Pelaksanaan dan Kontribusi Inovasi Pendidikan/Pembelajaran.

B.        Tujuan Penulisan
Tujuan secara khusus penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Difusi Inovasi Pembelajaran  kode Mata kuliah  MTP-555.
Sementara tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Pelaksanaan dan Kontribusi Inovasi Pendidikan serta untuk memperoleh motivasi dalam berinovasi pembelajaran.





BAB II
PEMBAHASAN

Dalam konteks pendidikan, ikhtiar pembaruan dalam bidang pendidikan terus-menerus digulirkan, baik di negara-negara maju maupun negara yang masih berkembang. Pada umumnya pembaruan pendidikan tersebut mempunyai kecenderungan mengemban misi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi khususnya dalam bidang pendidikan.
Permasalahan tersebut antara lain meliputi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta efektivitas dan efisien pendidikan.
Poensoen dalam Santoso S. Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang tentang tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, sebagai berikut.
Pertama, difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis. Artinya difusi inovasi pendidikan yang dilaksanakan mengemban misi atau kecenderungan untuk meninggalkan konsep pendidikan yang terbatas bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada konsep pendidikan yang lebih demokratis. Misi ini memungkinkan terjadinya peningkatan pemerataan atau perluasan kesempatan memperoleh dan menikmati pendidikan sesuai dengan kemauan, kemampuan, dan potensi yang dimiliki. Kecenderungan ini ditandai dengan berubahnya berbagai macam kebijaksanaan dan peraturan, mulai dari anggaran belanja sampai pada bantuan khusus bagi masyarakat kurang mampu, pengaturan kembali sistem ujian, pengadaan kelas atau sekolah khusus untuk mempermudah orang masuk sekolah atau masuk dan melanjutkan kembali ke sekolah atau program pendidikan luar sekolah, dan sebagainya. Sebagai contoh, di negara kita telah dikembangkan adanya program orang tua asuh, program pemberantasan buta huruf melalui kejar paket A, program kejar usaha, SMP Terbuka, program wajib belajar mulai dari tingkat sekolah dasar dan kini sudah mulai pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada tingkat SLTP, dan berdirinya Universitas Terbuka. Semua itu menggambarkan kecenderungan pengembangan konsepsi pendidikan yang lebih demokratis.
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia secara menyeluruh dan utuh. Artinya, pendidikan yang inovatif hendaknya dapat mengembangkan segenap potensi manusia tidak hanya aspek intelektual saja, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian secara bulat. Misalnya, upaya pengembangan pembelajaran terpadu atau pengajaran unit melalui kegiatan pengajaran proyek dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) ataupun akhir-akhir ini dikembangkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan menyenangkan (PAKEM) ataupun contectual learning merupakan berbagai ikhtiar ke arah pembaruan pendidikan yang mengembangkan segenap potensi individu secara menyeluruh dan utuh.
Ketiga, pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif.
Dari konsepsi pendidikan yang boros menuju pada konsepsi yang lebih efektif, efesien, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Berkenaan dengan misi inovasi pendidikan, di negara kita telah banyak dilakukan berbagai upaya untuk melaksanakan pembaruan pendidikan, baik di dalam lingkup skala besar, maupun kecil, baik yang telah dilaksanakan ataupun sedang dirintis dalam sistem pendidikan nasional kita. Upaya tersebut, misalnya penggunaan analisis dan pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, antara lain proyek pendidikan anak oleh masyarakat dan orang tua asuh (PAMONG), pengembangan sekolah dasar kecil (SD Kecil), program bantuan profesional bagi guru SD dan pengembangan cara belajar siswa aktif (CBSA), ataupun akhir-akhir ini dengan program guru bantu sementara (contract teachers), pemberian bantuan langsung kepada sekolah (school block grant), serta pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Menoleh pada beberapa pengalaman pembaharuan yang sudah dan sedang berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan yang sudah dan sedang berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan pendidikan tersebut tertuju pada peningkatan mutu proses dan produk sistem pendidikan nasional kita, yang menyangkut peningkatan pemerataan kesempatan belajar.
Bersamaan dengan itu, melalui berbagai pembaharuan tersebut terkandung pula tujuan yang lebih penting yakni meningkatkan efesiensi dan efektivitas serta relevansi sistem pendidikan nasional dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa perhatian utama pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan di negara kita tertuju pada upaya mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik dalam arti meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan, meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, meningkatkan efisiensi dan hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pembangunan, serta peningkatan kesadaran dan kegemaran masyarakat untuk senantiasa belajar sepanjang hayat.
Mugiadi (1988) menegaskan bahwa “Dalam pembaharuan itu, terlepas apakah gagasan itu datang dari bawah atau dari atas, yang penting adalah perlu memperhitungkan berbagai kendala yang akan dihadapi, andaikata gagasan itu akan diterapkan di dalam suatu sistem yang sedang berlaku.”
Sehubungan dengan itu, sebelum upaya pembaruan dilancarkan perlu disusun perencanaan yang matang tentang bagaimana mengatasi kendala yang mungkin muncul sehingga gagasan pembaharuan itu dapat diuji, dikembangkan, diperbaiki, dan ditetapkan (diadopsi) pada skala yang lebih luas.
Dalam kenyataannya, berhasil tidaknya gagasan baru disebarluaskan akan bergantung pula pada situasi dan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di mana sistem yang akan dikenai pembaharuan berada.
Sebaiknya dalam era reformasi dimana kehidupan sosial politik lebih banyak didasarkan pada suasana demokratis, serta segala tindakan, kebijaksanaan dan keputusan harus selalu didasarkan pada aspirasi masyarakat yang lebih banyak berada di kalangan bawah maka yang lebih relevan adalah inovasi yang bersumber dari bawah.
Dalam praktiknya banyak para agen pembaharuan yang mengkombinasikan inovasi yang bersumber dari bawah dengan yang bersumber dari atas. Penggunaan kombinasi sumber inovasi antara atas dan bawah secara seimbang dan bijaksana, menunjukkan hasil yang lebih efektif.
Karena itu pula, banyak para manajer dan pemimpin inovasi yang sangat tertarik dengan menggabungkan sumber-sumber inovasi secara seimbang.
Sebagai bahan bandingan inovasi pendidikan di Amerika Serikat pada beberapa dasawarsa yang lampau, mengindikasikan perkembangan inovasi yang relatif lamban (very slow) walaupun semua pihak sudah menyadari bahwa inovasi di bidang pendidikan akan memberi kontribusi kepada kemajuan bangsa. Ragam inovasi dan perubahan pendidikan telah dilakukan pada kurun waktu tersebut. Berbagai strategi dan implementasi perubahan pendidikan telah dilakukan. Bahkan dalam kadar tertentu perubahan tersebut menjadi isu polemik, manipulatif, dan teknologis, serta menjadi isu prestise dibalik kesuksesan dari perubahan pendidikan tersebut. Bila dikaitkan dengan pendapat Rogers (1983), hal tersebut terjadi karena ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam inovasi. Dalam tatanan ini, kelompok inovator (tahap awal diperkirakan hanya sekitar 3%) diharapkan mampu mengajak para early adopter (sekitar 13%) walaupun tidak bisa dihindari akan adanya kelompok resisten, yang menurut Ellsworth (2000), diperlukan adanya bimbingan terhadap, semua upaya perubahan melalui pemahaman sistem secara lebih kontekstual.
Saat ini, ada suatu kecenderungan, bahwa inovasi yang berlangsung lebih terfokus pada substansi isi (contents) perubahan di bidang pendidikan, daripada proses perubahan itu sendiri (change process). Dengan demikian, pertanyaan yang paling mendasar terhadap proses inovasi adalah bagaimana penyebarannya, cepat atau lambat? Hal ini juga seperti telah diingatkan Rogers (1983) tentang perlunya komunikasi sebagai “process by which participants create and share information”.
Dalam inovasi pendidikan, unsur strategi merupakan suatu hal penting. Strategi dalam inovasi diartikan sebagai a means (usually involving sequences of activities) for causing and advocated innovation to become successful (Miles, p.18). Salah satu dimensi strategi yang digunakan adalah Tipologi Strategi Inovasi Pendidikan (Miler, 1983) yang pada dasarnya membedakan antara target system dan other system.
1.    Target system, yaitu sistem target yang menjadi sasaran inovasi dilaksanakan. 
       Misalnya, sekolah atau kelompok masyarakat tertentu.
2.    Other system, yaitu sistem lain di luar yang menjadi target. 
Misalnya, lembaga swadaya masyarakat atau institusi pemerintahan (dari luar).
Baik dalam strategi target system maupun other system, terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam mengadopsi inovasi. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Design, yaitu tahap perencanaan dan perancangan.
2.    Wareness-interest, yaitu tahap komunikasi untuk penyadaran terhadap     masyarakat yang diharapkan dapat mengadopsi inovasi yang ditawarkan.
3.    Evaluation, yaitu melakukan kajian atau evaluasi terhadap kemungkinan pro-    kontra ataupun kajian terhadap masyarakat yang menerima atau menolak.
4.    Trial, yaitu uji coba atas produk inovasi melihat sampai sejauh mana     kemungkinan diterima atau ditolaknya inovasi kepada target sistem.
Sementara itu, pada sisi yang lain penerapan strategi target system ataupun sistem lain dalam penyebarluasan inovasi, menuntut dua struktur sosial, berikut.
1.    Existing structure, yaitu struktur sosial ataupun struktur organisasi kemasyarakatan yang sudah ada.
2.    New structure, yaitu struktur kemasyarakatan yang baru sebagai konsekunsi atas adanya inovasi.
Dengan diluncurkan slogan struggle for national survival – (berjuang untuk kemajuan bangsa) di Amerika Serikat (AS) semua komponen bangkit termasuk bidang pendidikan melalui program inovasi di berbagai bidang, Hal tersebut menjadikan AS maju pesat dalam kurun beberapa dekade berikutnya. Ini pelajaran bagi Indonesia, bahwa berikhtiar untuk mencari yang terbaik bagi perbaikan sistem pendidikan nasional kita perlu dilakukan. Dengan semangat otonomi daerah, misalnya sebagian kewenangan pada pengelolaan pendidikan diberikan kepada tingkat kabupaten/kota, malahan sampai tingkat sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun demikian, masih ada sebagian kepala sekolah yang belum sepenuh hati menerima program manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini mungkin karena faktor mental barriers, yaitu gangguan mental psikologis sebagian kepala sekolah karena khawatir kondisi nyaman dan aman yang dialaminya selama ini terusik. Ini yang disinyalir Ellsworths (2000, pl.) yang menyatakan bahwa penolakan akan sering mengganggu proses perubahan, termasuk inovasi dalam bidang pendidikan”.
Mengingat pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan, peran apa yang harus kita lakukan sebagai guru. Guru merupakan salah satu agen pembawa perubahan. Melalui gurulah, suatu inovasi dapat disebarluaskan dan dilaksanakan. Guru dituntut untuk menemukan dan menerapkan suatu inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Di samping itu, guru juga dituntut untuk mendatangkan pembaruan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat.




BAB  III
KESIMPULAN

Difusi inovasi pada dasarnya merupakan penyebarluasan gagasan inovasi melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi adopsi inovasi, maka proses difusi inovasi tidak senantiasa berjalan mulus. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku.
Poensoen dalam Santoso S. Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang tentang tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, sebagai berikut.
Pertama, difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis. Artinya difusi inovasi pendidikan yang dilaksankan mengemban misi atau kecenderungan untuk meninggalkan konsep pendidikan yang terbatas bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada konsep pendidikan yang lebih demokratis
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia secara menyeluruh dan utuh.
Ketiga, pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif.
Mengingat pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan, peran apa yang harus kita lakukan sebagai guru. Guru merupakan salah satu agen pembawa perubahan. Melalui gurulah, suatu inovasi dapat disebarluaskan dan dilaksanakan. Guru dituntut untuk menemukan dan menerapkan suatu inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Di samping itu, guru juga dituntut untuk mendatangkan pembaruan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat.


















DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Pelaksanaan Inovasi Pendidikan. Dalam Ishak Abdulhak, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Milles, B. M. (1973). Inovation in Education. New York: Teacher College Press,       Columbia University.

Rogers, Everet M (1997). Communication of Innovation. London : Collier Macmiliian Publisher.











Blogger     :    cucuernawati.blogspot.com

Email         :    cucuernawati40@yahoo.co.id





Rabu, 11 Mei 2011

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF “PIAGET” KONDISI BELAJAR “ROBERT GAGNE” TEORI PENGOLAHAN INFORMASI ( penerapan dalam pendidikan)



M A K A L A H
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF “PIAGET”
KONDISI BELAJAR “ROBERT GAGNE”
TEORI PENGOLAHAN INFORMASI
( penerapan dalam pendidikan)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi MTP-541







Disusun oleh :
DEDEH NURMIATI                   NIM      55 2010 0238
I I S                                             NIM      55 2010  0241
FARIDAH RAHMAWATI          NIM      55 2010  0254
TAUFIK HIDAYAT                    NIM      55 2010  0245
CUCU ERNAWATI                    NIM      55 2010


UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
2011

KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Yang Maha Pemberi, senantiasa penulis desahkan atas
segala  nikmat  yang  mengalir  tanpa henti. Nikmat  sehat, nikmat  iman, dan  nikmat rizki   adalah anugrah   termahal yang  mengantarkan  penulis untuk bisa  beraktivitas sebagai  hamba   Nya. Atas anugerah  itulah, makalah  yang berjudul “ Teori Perkembangan Kognitif ‘ Piaget’, Kondisi Belajar ‘Robert Gagne’, dan Teori Pengolahan Informasi ( Penerapan dalam Pendidikan ) “ ini, dapat terselesaikan.
Makalah ini sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Orientasi Baru dalam Psikologi MTP-541.
            Makalah ini membahas tentang Teori Perkembangan dimana teori andai diartikan sebagai pendapat sistematis untuk menerangkan dan menjelaskan suatu fenomena serta memberi makna terhadap fenomena tersebut maka teori belajar dapat diartikan sebagai pendapat sistematis untuk menerangkan dan menjelaskan fenomena belajar itu
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk membantu kita selaku pendidik agar dapat membantu dalam memahami fenomena pembelajaran, tetapi juga dapat menjelaskan dan memaknai setiap fenomena.
            Penulisan makalah ini tak luput dari beberapa rintangan yang menghadang. Tidak menyerah begitu saja dan meminta saran atau masukan dari rekan-rekan mahasiswa adalah solusi jitu untuk menghalau rintangan tadi. Dengan demikian, tak berlebihan bila melalui pengantar ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak terkait.Terima kasih khusus penulis sampaikan kepada Bapak DR. H. Khairan M.Arif, M. Ed selaku dosen mata kuliah ini.
            Semoga makalah ini dapat menjadikan frame of think (kerangka pikir) dalam mengambil suatu putusan pendidikan atau pembelajaran, pisau pemilah dalam pemecahan masalah, dan bahkan sebagai bagian hidup yang integratif..
Akhir kata tak ada gading yang tak retak. Kebenaran hanya milik Allah SWT.dan kesalahan semata-mata hanya milik kami.

                                                                           Cianjur, Februari 2011.
                                                                                       Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I       PENDAHULUAN
                  LATAR BELAKANG.......................................................................... 1

BAB II      PEMBAHASAN
A.    Konsep Psikologi (Pengertian)....................................................... 3
B.    Landasan (Dasar) dan Objek Psikologi......................................... 4

C.    Sejarah Perkembangan Psikologi.................................................... 5

D.    Teori – Teori Psikologi................................................................. 12

BAB III    KESIMPULAN.................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 20















BAB I
P E N D A H U L U A N


Latar Belakang
            Pembelajaran sebagai suatu konsep pedagogik secara teknis dapat diartikan sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menciptakan lingkunan belajar yang potensial menghasilkan proses belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi individu sebagai peserta didik.
            Karena fungsi utama pembelajaran adalah memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya belajar dalam diri peserta didik. Untuk itu guru selaku fasilitator harus dapat memahami tentang proses belajar yang terjadi pada diri siswa, guru perlu menguasai hakikat dan konsep dasar belajar. Dengan menguasai hakikat dan konsep dasar tentang belajar diharapkan guru mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.
            Keterkaitan fungsional pembelajaran dengan belajar adalah bahwa pembelajaran sengaja dilakukan untuk menghasilkan belajar atau dengan kata lain belajar merupakan parameter pembelajaran.Walaupun demikian perlu diingat bahwa tidak semua proses belajar merupakan konsekuensi dari pembelajaran. Misalnya seorang anak yang gemar bermain PS (Play Station) di sebuah warnet hingga berjam-jam sampai lupa akan kewajibannya, secara kebetulan ia meliahat temannya yang terjerat razia sampai dibawa ke kantor Polisi akhirnya membuat ia jera dan enggan main PS lagi.Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa akuntabilitas belajar bersifat internal-individual, sedangkan akuntabilitas pembelajaran bersifat publik.
            Dalam Makalah ini kita akan diajak untuk menjelajahi berbagai sisi dari pemikiran pakar-pakar terkait tentang konsep Belajar dab Pembelajaran. Secara proporsional penjelajahan terhadap pemikiran tersebut akan mencakup pembahasan tentang : Teori perkembangan kognitif “Jean Piaget”, Kondisi belajar “ Robert Gagne” dan Teori pengolahan informasi (penerapan dalam pendidikan).
Selanjutnya penulis sangat mengharapkan kajian secara kritis dan kreatif sebagai implikasi oprasional dari makalah ini dari seluruh pembaca.

BAB II
P E M B A H A S A N


A.    Teori perkembangan kognitif “ Jean Piaget”
            Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Dalam rangka memahami proses dan tingkat perkembangan intelektual anak ini Piaget telah melakukan observasi bertahun-tahun sejak tahun 1920-an terhadap perkembangan intelektual yang terjadi pada anak-anak. Ia mulai melakukan observasi dan interview pada tiga orang anaknya, kemudian pada anak-anak lain dan para remaja melalui berbagai pemberian tugas intelektual, kemudian mencatat jawaban-jawaban yang diperolehnya. Melalui penelitian yang ekstensif akhirnya secara detail Piaget dapat menggambarkan teori proses perkembangan intelektual yang terjadi pada anak mulai dari bayi sampai remaja.    
            Dalam teorinya ini Piaget menjelaskan pemahaman tentang pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terbentuk ( terjadi). Piaget menggambarkan Fungsi intelektual ke dalam tiga prespektif, yaitu (1) proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equalibirium), (2) cara bagaimana pembentukan pengetahuan, dan (3) tahap-tahap perkembangan intelektual. Untuk selanjutnya akan dijelaskan satu persatu di bawah ini.
            1. Prinsip Perkembangan Intelektual.
Prinsip-prinsip teori perkembangan intelektual adalah sebagai berikut :
a.      Teori perkembangan intelektual bertujuan untuk menjelaskan mekanisme proses perkembangan individu, mulai dari masa bayi, anak-anak sampai menjadi individu yang dewaa yang mampu berbalar dan berpikir menggunakan hipotesis
b.      Perkembangan genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses interaksi anatara organisme dengan lingkungan.
c.       Kecerdasan adalah proses adapatasi dengan lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungannya.
d.      Hasil perkembangan intelektual adalah kemampuan berpikir oprasi formal
e.       Fungsi perkembangan intelektual adalah menghasilkan struktur kognitif yang kuat yang memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan luwes dan dengan berbagai macam cara.
f.       Faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses pengaturan diri ( ekulibrium)

       2. Proses Perkembangan Intelektual
            Proses belajar berhubungan dengan proses perkembangan intelektual. Menurut Jean Piaget ada tiga tahap proses perkembangan intelektual, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equalibrasi ( Penyeimbangan) 
            Asimilasi, adalah proses perpaduan anatara informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi ialah struktur internal yang menggunakan informasi baru.
            Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru. Dalam proses akomodasi ini seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Asimilasi dan akomodasi berfungsi bersama-sama dalam menghadapi lingkungan ( beradaptasi) pada semua tingkat fungsi intelek. Misalnya bila bayi sudah tahu bahwa ia dapat menggengam setiap benda yang dilihatnya. Namun bila benda itu besar, diperlukan akomodasi (penyesuaian) untuk dapat menggenggam benda tersebut, misalnya dengan menggunakan kedua tangannya. Begitu sebaliknya, bila ia menggenggam benda yang lebih kecil. .Jadi apabila ia menyadari bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan mengorganisasikan cara berpikir sebelumya. Reorganisasi inilah yang akan mengorganisasikan cara berpikir yang lebih tinggi.
            Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang dan berubah sementara untuk menjadi lebih mantap/seimbang. Equlibrasi bukan keseimbangan dalam hal kekuatan melainkan merupakan proses yang dinamis yang secara terus-menerus mengatur tingkah. Proses ekuilibrasi ini disebut juga proses penyeimbangan antara “dunia luar” dengan “ dunia dalam” . Tanpa proses ini perkembangan intelektual seseorang akan tersendat-sendat atau akan berlangsung secara tidak seimbang.

       3. Hakikat Pengetahuan dan Bagaimana Membentuknya
            Hakikat Pengetahuan adalah interaksi yang terus-menerus anatara individu dengan lingkungnnya. Pengetahuan ini dibangun dalam pikiran anak sambil anak mengatur pengalaman-pengalamannya yang terdiri atas struktur mental atau skema-skema yang sudah ada. Dengan demikian pengetahuan merupakan proses bukan barang jadi. Untuk dapat memiliki pengetahuan, seseorang dituntut untuk tidak bersifat menerimanya melainkan nencoba mencarinya melalui proses pembentukan yaitu melalui interaksi dengan lingkungannya.
            Menurut Piaget, ada empat ciri konsepsi pengetahuan, yaitu :
a.       Pengetahuan bersifat berubah:
b.      Berfokus pada perbedaan kualitatif dalam interaksi seseorang dengan lingkungannya:
c.       Lingkup bidang yang diselidiki;
d.      Bersifat iterdisiplin antar disiplin filsafat, psikologi, dan biologi.

4. Proses Penyusunan Pengetahuan
          Pada hakikatnya, proses penyusunan pengetahuan adalah asimilasi dan akomodasi yang diatur oleh ekulibrasi. Menurut Piaget, penyusunan pengetahuan ini diatur menurut jenis-jenis pengalaman yang ada pada diri siswa. Ada dua macam pengalaman, yaitu pengalaman fisik dan pengalaman logis-matematis.
            Pengalaman fisik adalah pengalaman langsung dengan lingkungan tempat individu mulai mengenal ciri-ciri fisik dari objek yang dijumpainya, misalnya bayi yang mulai merasakan bentuk mainannya atau suara dari bunyi boneka. Dalam pengalaman fisik ini bentuk atau suara dari suatu objek mulai diasimilasikan ke dalam struktur mental anak dan pada waktu yang sama terjadi akomodasi di mana struktur mental mulai menyesuaikan diri pada intensitas kelembutan benda atau warna suara dari suatu objek .Contoh pengalaman fisik yang lain : fakta balon meletus, gelas pecah ketika jatuh di lantai.
            Sumber pengetahuan baru siswa dalam pengalaman fisik adalah objek-objek yang ada di luar diri siswa, sedangkan prosesnya melalui pengabstarksian ciri-ciri fisik dari objek tersebut. Jenis pengalaman ini oleh Piaget disebut pengetahuan eksogen (bersifat pengalaman ekternal) atau proses abstarksi empiri (pengalaman)
            Pengalaman logis-matematis terjadi saat sifat-sifat fisik dari objek diabstarksikan dan dihubung-hubungkan dalam kerangka kerja anak melalui pengalaman fisik. Contoh hubungan dalam kerangka kerja adalah perbedaan balon kuning dengan balon merah. Perbedaan ini hanya dapat terjadi dalam pikiran orang yang menempatkan kedua objek tersebut dalam suatu hubungan. Bila orang tidak dapat menciptakan hubungan, perbedaan itu tidak akan pernah ada.
            Sumber pengetahuan dari pengalaman logis-matematis adalah proses berpikir yang merupakan aktivitas siswa sendiri. Dalam pengalaman logis-matematis ini kegiatannya merupakan refleksi tindakan waktu sekarang dan mereorganisasikannya pada tingkat yang logis. Oleh karenanya hal itu disebut abstarksi refleksif ( melalui proses berpikir yang berefleksi pada diri sendiri).
            Adanaya jenis pengalaman fisik dan logis-matematis ini menunjukkan bahwa pengembangan/penyusunan pengetahuan yang baru dalam diri seseorang terjadi melalui cara-cara yang berlainan. Hal itu ditandai oleh menonjolnya proses abstrksi refleksif.

       5. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
            Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif ( kecerdasan) anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, pre-oprasional, konkret oprasional, dan formal oprasi. Tahapan ini hendaknya tidak dipandang sebagai hal yang statis. Setiap harinya perkembangan mental anak mengalami kemajuan sesuai dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.


a.      Tahap sensori-motor
Yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0 – 2 tahun. Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (indranya) dan tindakan-tindakannya. Pada awal periode ini anak tidak mempunyai konsepsi tentang objek-objek secara permanen. Artinya anak belum dapat mengenal dan menemukan objek, benda apa pun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau didengar.
b.      Tahap preoprasional
Yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2 – 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memahami objek-objek secara sempurna. Artinya, anak sudah mempunyai kesadaran akan eksistensi suatu benda yang ada atau biasa ada walaupun benda tersebut sudah tidak dilihat atau didengarnya lagi.Perolehan kesadaran akan eksistensi suatu benda terjadi karena ia sudah memiliki kapasitas kognitif yang disebut representation atau mental representation ( gambaran mental)
       c. Tahap konkret oprasional
            Yaitu perkembangan kognitif yang terjadi pada usia 7 sampai 11 tahun. 
            Dalam tahap ini anak sudah mulai melakukan oprasi, mulai dapat berpikir
            rasional. Namun demikian, kemampuan berpikir intuitifnya seperti pada masa 
            praoprasional tidak hilang sampai anak memasuki masa remaja.
  d. Tahap formal oprasi
       Yaitu perkembangan kognitif yang terjadi pada usia 11 sampai 15 tahun.
       Tahap formal oprasi ini dapat dikatakan terjadi pada anak yang mulai
       beranjak remaja. Pada tahap ini anak dapat menggunakan oprasi konkretnya
       untuk membentuk oprasi yang lebih kompleks.

             Dengan memahami tahap-tahap perkembangan intelektual besertakarakteristiknya seperti diuraikan di muka, diharapkan guru atau orang tua dapat membantu siswa atau anaknya untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkembangan intelektual anak.

           
B.     Kondisi Belajar “Robert Gagne”
Ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.  Menurutnya ,belajar bukan merupakan proses tunggal,melainkan proses yang  luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi,tingkah laku itu merupakan hasil dari efek kumulatif belajar.Artinya,banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang telah rumit.
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks,yang menghasilakan berbagai  macam tngkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas.Kapasitas itu diperoleh dari (1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses  kognitif yang dilakukan siswa.
            Berdasarkan pandangannya itu,Gagne mendefinisikan pengertian belajar  secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang  baru (Margaret G.Bell.177-129).

      1.   Ragam Belajar
            Kapasitas orang untuk memungkinkan diperolehnya berbagai pola tingkah laku yang hampir mirip.Berdasarkan pandangannya tentang belajar ini Gagne menemukan bahwa ada lima ragam belajar yang terjadi pada manusia,yaitu informasi verbal,keterampilan intelek,keterampilan motorik,sikap dan siasat kognitif.
            Informasi verbal adalah kapabilitas yang dinyatakan dengan kategori memperoleh label atau nama-nama,fakta dan bidang pengetahuan yang sudah tersusun.Dilakukan dengan mengatakan,memberi nama lain yang hampir sama, membuat ikhtisar dari informasi yang telah dipelajari.
            Keterampilan intelek adalah kapabilitas yang berupa keterampilan yang membuat seseorang mampu dan berguna di masyarakat.Keterampilan intelek ini terdiri atas empat keterampilan yang berhubungan dan bersifat sederhana sampai yang rumit,yaitu belajar diskriminasi,belajarkonsep konkret dan konsep menurut definisi,belajar kaidah,dan belajar kaidah yang tarafnya lebih tinggi.
             Keterampilan gerak (motor) adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmani,termasuk keterampilan yang bersifat sederhana.
             Sikap adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang perlu diambil.
             Siasat kognitif adalah kapabilitas yang mengatur bagaimana siswa mengelola belajarnya,seperti mengingat atau berpikir dalam rangka mengendalikan sesuatu untuk mengatur suatu tindakan.Kapasitas ini mempengaruhi siasat siswa dalam rangka menemukan kembali hal-hal yang telah tersimpan.
             Kelima ragam belajar ini diperoleh dengan cara yang berlainan,yaitu masing-masing memerlukan keterampilan prasyarat yang berbeda dan perangkat langkah proses kognitif yang berbeda pula yang disebut kondisi belajar internal.

        2.   Proses Kognitif dalam Belajar
              Menurut Gagne ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar yang kemudian disebut “fase-fase”.Fase-fase belajar ini kemudian digolongkan ke dalam (1) fase persiapan untuk belajar, (2) fase perolehan dan perbuatan, dan (3) alih belajar. Ke sembilan tahapan (fase belajar) ini harus dilakukan secara berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran tertentu agar pada setiap fase belajar menghasilkan aktivitas (proses belajar) yang maksimaldalam diri siswa.Fase-fase belajar ini sangat penting karena selalu ada dalam setiap tindakan belajar dan digunakan secara berlainan pada ragam belajar yang berlainan pula.
               Bagaimana hubungan antara fase-fase belajar dan sembilan peristiwa pembelajaran dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.
     

      
                                         GAMBAR NA di BUKU
                                                      Hal 3.33


               Kesembilan peristiwa pembelajaran yang ada pada setiap fase belajar dapat diuraikan sebagai berikut.
a.       Membangkitkan perhatian.Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran.Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan berbagai rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada.
b.      Memberitahukan tujuan pembelajaran pada siswa. Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar maka kepada siswa perlu dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama  pembelajaran, manfaat materi yang akan dipelajaribagi siswa dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran.
c.       Merangsang ingatan pada materi prasyarat. Ada banyak cara yang dapat dlakukan guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari,misalnya dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan meminta siswa untuk menjelaskannya secara singkat.
d.      Menyajikan bahan perangsang. Misalnya bila akan mengajarkan sikap,pilihlah bahan yang berupa model-model perilaku manusia.Bila akan mengajarkan keterampilan motorik,demonstrasikan contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukan caranya secara tepat.
e.       Memberi bimbingan belajar,diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran.Dalam hal ini bimbingan belajar harus diberikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa beserta kesulitan-kesulitannya.
f.       Menampilkan unjuk kerja.Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang diharapkan,mintalah mereka untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru.
g.      Memberikan umpan balik. Memberikan umpan balik merupakan fase belajar yang terpenting.Untuk mendapatkan hasil yang terbaik umpan balik diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa.
h.      Melalui unjuk kerja,yang bertujuan untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuian atau belum.Untuk itu perlu dibuat alat penilaian yang relevan dengan tujuan sehingga dapat untuk mengukur tingkat pencapaian belajar siswa.
i.        Meningkatkan retensi,adalah upaya untuk meningkatkan retensi dan alih belajar.Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar siswanya dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika diperlukan.
              Menurut Gagne,yang terpenting dalam pembelajaran adalah menciptakan suatu kondisi pembelajaran (eksternal) yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang bersifat internal.

C.    Teori Pengolahan Informasi ( Penerapan dalam Pendidikan )
Tentang teori pengolahan informasi, yang akan dipaparkan adalah dari teori
“Jerome S. Bruner” adalah seorang ahli pisikologi kognitif (1915) yang memberi dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.
             Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karenanya, yang terpenting dalam belajar adalah cara-cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu Bruner sangat memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada siswa.
             Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima, dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
             Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar/melihat audiovisual, dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki atau informasi itu bersifat berlawanan (berbeda) dengan informasi yang sudah dimiliki.
             Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan. Transformasi pengetahuan ini dapat terjadi dengan cara ekstrapolasi, yaitu mengubah dalam bentuk lain yang diperlukan.
             Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
             Selanjutnya, agar proses belajar berjalan lancar menurut Bruner di dalam bukunya Process of Education ada tiga faktor yang sangat ditekankan dan harus menjadi perhatian guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran, yaitu (a) Pentingnya memahami struktur mats pelajaran, (b) pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memhami dengan benar , dan (c) pentingnya nilai dari berpikir induktif. Berdasarkan pandangan Bruner ini maka ada empat aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam pembelajaran, yaitu pentingnya struktur mata pelajaran, kesiapan, intuisi, dan motivasi.
1.      Sruktur Mata Pelajaran
             Berisi ide-ide, konsep-konsep dasar, hubungan antar konsep, atau contoh-contoh dari bidang tersebut yang dianggap penting. Mnenurut Bruner proses belajar akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat oleh siswa bila difokuskan pada memahami struktur mata pelajaran yang akan dipelajari.
             2. Kesiapan untuk Belajar
              Kesiapan belajar dapat terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang telah dikuasai terlebih dahulu dan yang memungkinkan seseorang untuk memahami dan mencapai keterampilan yang lebih tinggi.kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan pengalaman anak.
             3.intusi
              Adalah teknik-teknik intelekual analistis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan sahih atau tidak.
             4. Motivasi
                Adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar.Motivasi merupakan variabel penting,khususnya selama proses pembelajaran yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa.Karenanya, Bruner percaya bahwa hampir semua anak mempunyai masa-masa pertumbuhan akan “keinginan untuk belajar”.Reinforcement dan reward dari dalam mungkin penting untuk meningkatkan perbuatan tertentu atau untuk membuat mereka yakin hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari.
             Sedangkan pendekatan model belajar didasarkan pada dua asumsi, yaitu:
1.      Perolehan pengetahuaan merupakan suatu proses interaktif, artinya, pengetahuan akan diperoleh orang yang belajar (pebelajar) bila didalam pembelajaran yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkunganya. Pendekatan interaktif ini tidak saja menguntungkan dan memberi perubahan pada pebelajar,tetapi juga berpengaruh dan memberi perubahan pada lingkungan dimana dia belajar.
2.      Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam belajar hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi arti. Dengan demikian setiap orang mempunyai model atau kekhususan dalam dirinya untuk mengelompokan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan anatara hal yang telah diketahuinya. Dengan model ini seseorang dapat menyusun hipotesis untuk memasukan pengetahuan baru ke dalam struktur yang telah dimiliki sehingga memperluas struktur yang telah dimilikinya atau mengembangkan struktur baru. 












BAB III
KESIMPULAN
          Jean Piaget adalah seorang psikolog yang sangat memperhatikan perkembangan intelektual anak mulai bayi sampai dewasa. Menurutnya, ada tiga fungsi intelek, yaitu (1) proses mendasar bagi terjadinya perkembangan kognitif,(2) cara bagaimana pembentukan pengetahuan, dan (3) tahap-tahap perkembangan intelektual
            Ada enam prinsip teori perkembangan intelektual. Perkembangan intelektual itu sendiri terjadi melalui proses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.
            Menurut Jean Piaget, hakikat pengetahuan adalah interaksi yang terus-menerus anatara individu dengan lingkungannya. Ciri konsepsi pengetahuan, yaitu 1) pengetahuan bersifat berubah, 2) berfokus pada perbedaan kualitatif dalam interaksi seseorang dengan lingkungannya,3)lingkup bidang yang diselidiki, 4) bersifat interdisiplin anatara disiplin filsafat, psikologi, dan biologi.
            Jenis-jenis pengalaman, yaitu pengalaman fisik dan pengalaman logis matematis. Pengalaman fisik adalah pengalaman langsung dengan lingkungan tempat individu mulai mengenal ciri-ciri fisik dari objek yang dijumpai. Pengalaman logis-matematis terjadi karena sifat-sifat fisik dari objek diabstaraksikan dan dihubung-hubungkan kedalam kerangka kerja anak melalui pengalaman fisik.
            Tahap perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, pra-oprasional,konkrot oprasional dan tahap formal oprasi.
            Robert Gagne adalah seorang ahli pisikologi pendidikan yang memperkenalkan model pemrosesan informasi, yaitu suatu model penyimpanan informasi yang terjadi pada manusia. Menurut Gagne belajar bukan merupakan proses yang tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku yang merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Ia mendefinisikan belajar sebagai seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh kapasitas yang baru.
            Ada lima ragam belajar yang terjadi pada manusia, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.
            Proses kognitif dalam belajar terjadi melalui sembilan tahap proses kognitif yang kemudian dikelompokan dalam tiga fase belajar, yaitu fase persiapan, fase perolehan, dan fase perbuatan, serta fase alih belajar. Selanjutnya, dari setiap fase belajar ini dikembangkan sembilan peristiwa (aktivitas) yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu memberi perhatian, menjelaskan tujuan pada siswa, merangsang ingatan,menyajikan materi perangsang, memberi bimbingan belajar dan menampilkan kemampuan, memberi umpan balik, menilai kemampuan dan meningkatkan retensi dan transfer.
            Menurut Bruner ada tiga proses kognitif dalam belajar, yaitu perolehan informasi baru, mentarsformasikan informasi yang diterima, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Faktor-faktor penting dalam belajar menurut Bruner, yaitu pentingnya memahami struktur mata pelajaran, pentingnya belajar aktif dan pentingnya nilai berfikir induktif. Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu pentingnya struktur bidang studi, kesiapan, intuisi, dan motivasi.
            Menurut Bruner, cara menyajikan pelajaran harus dusesuaikan dengan derajat berfikir anak yang terdiri dari tiga tahap berfikir, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Ada dua pendekatan model belajar Bruner, yaitu bahwa perolehan pengetahuan merupakan proses interaktif dan orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan informasi yang tersimpan yang telah diterima sebelumnya.
            Belajar bermakna adalah belajar yang desertai dengan pengertian. Belajar bermakna ini akan terjadi apabila informasi baru yang diterima mempunyai hubungan dengan konsep yang sudah diterima oleh siswa.
            Dengan memahami teori-teori psikologi yang telah diuraikan di muka, diharapkan guru atau orang tua dapat membantu siswa atau anaknya untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perkembangan intelektual anak.
           











                                                DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibin. 1995. Psikologi Pendidikan (Suatu pendekatan Baru). Bandung : Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali.

Mahmud, Mutakhir. 2005. Psikologi Pendidikan. Bandung : Sahifa

Mujiono, Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Esa Nur Wahyuni, Baharudin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.