Selasa, 31 Mei 2011

HAKIKAT DIFUSI DAN INOVASI PEMBELAJARAN


  
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI ' IYAH

MAKALAH


HAKIKAT DIFUSI DAN INOVASI PEMBELAJARAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri individu
Mata kuliah Difusi dan Inovasi Pembelajaran  MTP-555



Oleh :
CUCU ERNAWATI       NIM   55 2010 


 
PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2011




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’at dan sampai kepada kita selaku umatnya.
Tak lupa saya haturkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang telah memberikan tugas untuk lebih giat lagi dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Dan tak lupa kepada semua sahabat-sahabat yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga dapat terselesaikannya makalah ini yang berjudul “Hakikat Difusi dan Inovasi Pembelajaran” dan yang menjadi bahasan makalah ini mencakup Pelaksanaan dan kontribusi inovasi pendidikan.
Penyusunan  makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penjelasannya bahkan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu mohon kepada Bapak Dosen atau sahabat-sahabat dan siapa saja yang dapat memberikan arahan, bimbingan dan kritikan yang bersifat membangun untuk menuju kearah yang lebih baik.

Cianjur,   Mei 2011.
Penulis



DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I      PENDAHULUAN...........................................................................1
A.   Latar Belakang...........................................................................1
B.   Tujuan Penulisan.........................................................................1

BAB II    PEMBAHASAN................................................................................2

BAB  III KESIMPULAN..................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10





BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Difusi inovasi pada dasarnya merupakan penyebarluasan gagasan inovasi melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi adopsi inovasi, maka proses difusi inovasi tidak senantiasa berjalan mulus. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku.
Pemimpin yang berpengaruh (opinion leaders) memiliki peran yang sangat penting pada perubahan perilaku individu. Opinion Leadership is the degree to which an individual is able to influence other individualis’ attitudes or overt behavior informally in a desired way with relative frequency. Kepemimpinan yang berpengaruh merupakan suatu tingkat di mana seorang individu secara tidak optimal ke arah kondisi yang diharapkan, sesuai dengan norma yang berlaku. Sementara itu, agen perubahan (Change agent) merupakan individu yang mempengaruhi pengambilan inovasi ke arah yang dapat diharapkan.
Untuk itu yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah Pelaksanaan dan Kontribusi Inovasi Pendidikan/Pembelajaran.

B.        Tujuan Penulisan
Tujuan secara khusus penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Difusi Inovasi Pembelajaran  kode Mata kuliah  MTP-555.
Sementara tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Pelaksanaan dan Kontribusi Inovasi Pendidikan serta untuk memperoleh motivasi dalam berinovasi pembelajaran.





BAB II
PEMBAHASAN

Dalam konteks pendidikan, ikhtiar pembaruan dalam bidang pendidikan terus-menerus digulirkan, baik di negara-negara maju maupun negara yang masih berkembang. Pada umumnya pembaruan pendidikan tersebut mempunyai kecenderungan mengemban misi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi khususnya dalam bidang pendidikan.
Permasalahan tersebut antara lain meliputi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta efektivitas dan efisien pendidikan.
Poensoen dalam Santoso S. Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang tentang tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, sebagai berikut.
Pertama, difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis. Artinya difusi inovasi pendidikan yang dilaksanakan mengemban misi atau kecenderungan untuk meninggalkan konsep pendidikan yang terbatas bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada konsep pendidikan yang lebih demokratis. Misi ini memungkinkan terjadinya peningkatan pemerataan atau perluasan kesempatan memperoleh dan menikmati pendidikan sesuai dengan kemauan, kemampuan, dan potensi yang dimiliki. Kecenderungan ini ditandai dengan berubahnya berbagai macam kebijaksanaan dan peraturan, mulai dari anggaran belanja sampai pada bantuan khusus bagi masyarakat kurang mampu, pengaturan kembali sistem ujian, pengadaan kelas atau sekolah khusus untuk mempermudah orang masuk sekolah atau masuk dan melanjutkan kembali ke sekolah atau program pendidikan luar sekolah, dan sebagainya. Sebagai contoh, di negara kita telah dikembangkan adanya program orang tua asuh, program pemberantasan buta huruf melalui kejar paket A, program kejar usaha, SMP Terbuka, program wajib belajar mulai dari tingkat sekolah dasar dan kini sudah mulai pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada tingkat SLTP, dan berdirinya Universitas Terbuka. Semua itu menggambarkan kecenderungan pengembangan konsepsi pendidikan yang lebih demokratis.
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia secara menyeluruh dan utuh. Artinya, pendidikan yang inovatif hendaknya dapat mengembangkan segenap potensi manusia tidak hanya aspek intelektual saja, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian secara bulat. Misalnya, upaya pengembangan pembelajaran terpadu atau pengajaran unit melalui kegiatan pengajaran proyek dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) ataupun akhir-akhir ini dikembangkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan menyenangkan (PAKEM) ataupun contectual learning merupakan berbagai ikhtiar ke arah pembaruan pendidikan yang mengembangkan segenap potensi individu secara menyeluruh dan utuh.
Ketiga, pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif.
Dari konsepsi pendidikan yang boros menuju pada konsepsi yang lebih efektif, efesien, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Berkenaan dengan misi inovasi pendidikan, di negara kita telah banyak dilakukan berbagai upaya untuk melaksanakan pembaruan pendidikan, baik di dalam lingkup skala besar, maupun kecil, baik yang telah dilaksanakan ataupun sedang dirintis dalam sistem pendidikan nasional kita. Upaya tersebut, misalnya penggunaan analisis dan pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, antara lain proyek pendidikan anak oleh masyarakat dan orang tua asuh (PAMONG), pengembangan sekolah dasar kecil (SD Kecil), program bantuan profesional bagi guru SD dan pengembangan cara belajar siswa aktif (CBSA), ataupun akhir-akhir ini dengan program guru bantu sementara (contract teachers), pemberian bantuan langsung kepada sekolah (school block grant), serta pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Menoleh pada beberapa pengalaman pembaharuan yang sudah dan sedang berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan yang sudah dan sedang berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan pendidikan tersebut tertuju pada peningkatan mutu proses dan produk sistem pendidikan nasional kita, yang menyangkut peningkatan pemerataan kesempatan belajar.
Bersamaan dengan itu, melalui berbagai pembaharuan tersebut terkandung pula tujuan yang lebih penting yakni meningkatkan efesiensi dan efektivitas serta relevansi sistem pendidikan nasional dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa perhatian utama pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan di negara kita tertuju pada upaya mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik dalam arti meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan, meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, meningkatkan efisiensi dan hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pembangunan, serta peningkatan kesadaran dan kegemaran masyarakat untuk senantiasa belajar sepanjang hayat.
Mugiadi (1988) menegaskan bahwa “Dalam pembaharuan itu, terlepas apakah gagasan itu datang dari bawah atau dari atas, yang penting adalah perlu memperhitungkan berbagai kendala yang akan dihadapi, andaikata gagasan itu akan diterapkan di dalam suatu sistem yang sedang berlaku.”
Sehubungan dengan itu, sebelum upaya pembaruan dilancarkan perlu disusun perencanaan yang matang tentang bagaimana mengatasi kendala yang mungkin muncul sehingga gagasan pembaharuan itu dapat diuji, dikembangkan, diperbaiki, dan ditetapkan (diadopsi) pada skala yang lebih luas.
Dalam kenyataannya, berhasil tidaknya gagasan baru disebarluaskan akan bergantung pula pada situasi dan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di mana sistem yang akan dikenai pembaharuan berada.
Sebaiknya dalam era reformasi dimana kehidupan sosial politik lebih banyak didasarkan pada suasana demokratis, serta segala tindakan, kebijaksanaan dan keputusan harus selalu didasarkan pada aspirasi masyarakat yang lebih banyak berada di kalangan bawah maka yang lebih relevan adalah inovasi yang bersumber dari bawah.
Dalam praktiknya banyak para agen pembaharuan yang mengkombinasikan inovasi yang bersumber dari bawah dengan yang bersumber dari atas. Penggunaan kombinasi sumber inovasi antara atas dan bawah secara seimbang dan bijaksana, menunjukkan hasil yang lebih efektif.
Karena itu pula, banyak para manajer dan pemimpin inovasi yang sangat tertarik dengan menggabungkan sumber-sumber inovasi secara seimbang.
Sebagai bahan bandingan inovasi pendidikan di Amerika Serikat pada beberapa dasawarsa yang lampau, mengindikasikan perkembangan inovasi yang relatif lamban (very slow) walaupun semua pihak sudah menyadari bahwa inovasi di bidang pendidikan akan memberi kontribusi kepada kemajuan bangsa. Ragam inovasi dan perubahan pendidikan telah dilakukan pada kurun waktu tersebut. Berbagai strategi dan implementasi perubahan pendidikan telah dilakukan. Bahkan dalam kadar tertentu perubahan tersebut menjadi isu polemik, manipulatif, dan teknologis, serta menjadi isu prestise dibalik kesuksesan dari perubahan pendidikan tersebut. Bila dikaitkan dengan pendapat Rogers (1983), hal tersebut terjadi karena ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam inovasi. Dalam tatanan ini, kelompok inovator (tahap awal diperkirakan hanya sekitar 3%) diharapkan mampu mengajak para early adopter (sekitar 13%) walaupun tidak bisa dihindari akan adanya kelompok resisten, yang menurut Ellsworth (2000), diperlukan adanya bimbingan terhadap, semua upaya perubahan melalui pemahaman sistem secara lebih kontekstual.
Saat ini, ada suatu kecenderungan, bahwa inovasi yang berlangsung lebih terfokus pada substansi isi (contents) perubahan di bidang pendidikan, daripada proses perubahan itu sendiri (change process). Dengan demikian, pertanyaan yang paling mendasar terhadap proses inovasi adalah bagaimana penyebarannya, cepat atau lambat? Hal ini juga seperti telah diingatkan Rogers (1983) tentang perlunya komunikasi sebagai “process by which participants create and share information”.
Dalam inovasi pendidikan, unsur strategi merupakan suatu hal penting. Strategi dalam inovasi diartikan sebagai a means (usually involving sequences of activities) for causing and advocated innovation to become successful (Miles, p.18). Salah satu dimensi strategi yang digunakan adalah Tipologi Strategi Inovasi Pendidikan (Miler, 1983) yang pada dasarnya membedakan antara target system dan other system.
1.    Target system, yaitu sistem target yang menjadi sasaran inovasi dilaksanakan. 
       Misalnya, sekolah atau kelompok masyarakat tertentu.
2.    Other system, yaitu sistem lain di luar yang menjadi target. 
Misalnya, lembaga swadaya masyarakat atau institusi pemerintahan (dari luar).
Baik dalam strategi target system maupun other system, terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam mengadopsi inovasi. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Design, yaitu tahap perencanaan dan perancangan.
2.    Wareness-interest, yaitu tahap komunikasi untuk penyadaran terhadap     masyarakat yang diharapkan dapat mengadopsi inovasi yang ditawarkan.
3.    Evaluation, yaitu melakukan kajian atau evaluasi terhadap kemungkinan pro-    kontra ataupun kajian terhadap masyarakat yang menerima atau menolak.
4.    Trial, yaitu uji coba atas produk inovasi melihat sampai sejauh mana     kemungkinan diterima atau ditolaknya inovasi kepada target sistem.
Sementara itu, pada sisi yang lain penerapan strategi target system ataupun sistem lain dalam penyebarluasan inovasi, menuntut dua struktur sosial, berikut.
1.    Existing structure, yaitu struktur sosial ataupun struktur organisasi kemasyarakatan yang sudah ada.
2.    New structure, yaitu struktur kemasyarakatan yang baru sebagai konsekunsi atas adanya inovasi.
Dengan diluncurkan slogan struggle for national survival – (berjuang untuk kemajuan bangsa) di Amerika Serikat (AS) semua komponen bangkit termasuk bidang pendidikan melalui program inovasi di berbagai bidang, Hal tersebut menjadikan AS maju pesat dalam kurun beberapa dekade berikutnya. Ini pelajaran bagi Indonesia, bahwa berikhtiar untuk mencari yang terbaik bagi perbaikan sistem pendidikan nasional kita perlu dilakukan. Dengan semangat otonomi daerah, misalnya sebagian kewenangan pada pengelolaan pendidikan diberikan kepada tingkat kabupaten/kota, malahan sampai tingkat sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun demikian, masih ada sebagian kepala sekolah yang belum sepenuh hati menerima program manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini mungkin karena faktor mental barriers, yaitu gangguan mental psikologis sebagian kepala sekolah karena khawatir kondisi nyaman dan aman yang dialaminya selama ini terusik. Ini yang disinyalir Ellsworths (2000, pl.) yang menyatakan bahwa penolakan akan sering mengganggu proses perubahan, termasuk inovasi dalam bidang pendidikan”.
Mengingat pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan, peran apa yang harus kita lakukan sebagai guru. Guru merupakan salah satu agen pembawa perubahan. Melalui gurulah, suatu inovasi dapat disebarluaskan dan dilaksanakan. Guru dituntut untuk menemukan dan menerapkan suatu inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Di samping itu, guru juga dituntut untuk mendatangkan pembaruan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat.




BAB  III
KESIMPULAN

Difusi inovasi pada dasarnya merupakan penyebarluasan gagasan inovasi melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi adopsi inovasi, maka proses difusi inovasi tidak senantiasa berjalan mulus. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku.
Poensoen dalam Santoso S. Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang tentang tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, sebagai berikut.
Pertama, difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi demokratis. Artinya difusi inovasi pendidikan yang dilaksankan mengemban misi atau kecenderungan untuk meninggalkan konsep pendidikan yang terbatas bagi kepentingan elite tertentu, menuju pada konsep pendidikan yang lebih demokratis
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia secara menyeluruh dan utuh.
Ketiga, pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif.
Mengingat pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan, peran apa yang harus kita lakukan sebagai guru. Guru merupakan salah satu agen pembawa perubahan. Melalui gurulah, suatu inovasi dapat disebarluaskan dan dilaksanakan. Guru dituntut untuk menemukan dan menerapkan suatu inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Di samping itu, guru juga dituntut untuk mendatangkan pembaruan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat.


















DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Pelaksanaan Inovasi Pendidikan. Dalam Ishak Abdulhak, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Milles, B. M. (1973). Inovation in Education. New York: Teacher College Press,       Columbia University.

Rogers, Everet M (1997). Communication of Innovation. London : Collier Macmiliian Publisher.











Blogger     :    cucuernawati.blogspot.com

Email         :    cucuernawati40@yahoo.co.id





Tidak ada komentar:

Posting Komentar